Pages

Kamis, 15 September 2011

TEORI HIRARKI BELAJAR DARI ROBERT M. GAGNE dan TEORI BELAJAR BERMAKNA MENURUT DAVID P. AUSUBEL

TEORI HIRARKI BELAJAR DARI ROBERT M. GAGNE

Oleh :
Malalina (20102512008)
Febrina Bidasari (20102512018)
Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya

A. BELAJAR
Menurut Gagne dalam Warsita mendefinisikan belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus oleh proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan bahwa belajar dipengaruhi oleh dua faktor dari luar diri dan faktor dalam diri dan keduanya saling berinteraksi. belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan proses logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil efek dari belajar yang kumulatif serta belajar itu bukan proses tunggal.

B. HIRARKI BELAJAR
Robert M. Gagne merupakan salah seorang penganut aliran psikologi tingkah laku. Gagne memiliki pandangan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku yang kegiatannya mengikuti suatu hirarki kemampuan yang dapat diobservasi atau diukur. Oleh karena itu, teori belajar yang dikemukakan Gagne dikenal sebagai Teori Hirarki Belajar (Siroj, 2006 dalam Firdaus, 2010).
Teori hirarki belajar ditemukan oleh Rober M. Gagne (mardhiyanti, 2010) yang didasarkan atas hasil riset tentang faktor-faktor yang kompleks pada proses belajar manusia. Penelitiannya dimaksudkan untuk menemukan teori pembelajaran yang efektif. Analisanya dimulai dari identifikasi konsep hirarki belajar, yaitu urut-urutan kemampuan yang harus dikuasai oleh pembelajar (peserta didik) agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih kompleks. Orton dalam Warsita Hirarki belajar  menurut Gagne harus disusun dari atas ke bawah atau top down. Dimulai dengan menempatkan kemampuan, pengetahuan, ataupun keterampilan yang menjadi salah satu tujuan dalam proses pembelajaran dipuncak hirarki belajar tersebut, diikuti kemampuan, keterampilan atau pengetahuan prasyarat yang harus mereka kuasai lebih dahulu agar mereka berhasil mempelajari keterampilan atau pengetahuan diatasnya. Hirarki ini juga memungkinkan prasyarat yang berbeda untuk kemampuan yang berbeda pula.
C. TIPE BELAJAR
Gagne membedakan delapan tipe belajar yang terurut secara hirarki, mulai dari tipe belajar yang sederhana sampai dengan tipe belajar yang lebih kompleks. Kemampuan belajar pada tingkat tertentu ditentukan oleh kemampuan belajar di tingkat sebelumya. Kedelapan tipe belajar di atas dikemukakan berikut ini (Siroj, 2006 dalam Firdaus 2010).
1.        Belajar isyarat (signal learning)
Belajar isyarat adalah belajar sesuatu dengan tidak sengaja yaitu sebagai akibat dari suatu rangsangan yang dapat menimbulkan reaksi tertentu. Dari signal yang dilihat atau didengarnya, anak akan memberi respon tertentu. Belajar isyarat ini mirip dengan conditioning menurut Pavlov dan timbul setelah sejumlah pengalaman tertentu. Respons yang timbul bersifat umum, kabur, dan emosional. Misalnya, siswa menjadi senang belajar matematika karena gurunya bersikap ramah dan humoris.
2.        Belajar stimulus-respons (stimulus-response learning)
Belajar stimulus-respons adalah belajar yang disengaja dan responsnya seringkali secara fisik (motoris). Respons atau kemampuan yang timbul tidak diperoleh dengan tiba-tiba melainkan melalui pelatihan-pelatihan. Respons itu dapat diatur dan dikuasai. Misalnya, seorang siswa dapat menyelesaikan suatu soal setelah memperhatikan contoh penyelesaian soal yang serupa oleh gurunya.
3.        Rantai atau rangkaian (chaining)
Belajar rantai atau rangkaian (gerak, tingkah laku) adalah belajar yang menunjukkan kemampuan anak untuk menggabungkan dua atau lebih hasil belajar stimulus–respon secara berurutan. Chaining terbatas hanya pada serangkaian gerak, bukan serangkaian produk bahasa lisan. Misalnya, siswa belajar melukis garis melalui dua titik melalui rangkaian gerak: mengambil pensil, membuat dua titik sembarang, memegang penggaris, meletakkan penggaris tepat di samping kedua titik, kemudian menarik ruas garis melalui kedua titik itu.

4.        Asosiasi verbal (verbal association)
Belajar asosiasi verbal adalah tipe belajar yang menggabungkan hasil belajar yang melibatkan unit bahasa (lisan) seperti memberi nama sebuah objek/benda. Sebagai contoh, bila diperlihatkan suatu bentuk geometris, seorang siswa dapat mengatakan bentuknya adalah ’persegi’. Sebelumnya, ia harus dapat membedakan bentuk-bentuk geometris agar dapat mengenal ’persegi’ sebagai salah satu bentuk geometris. Hubungan itu terbentuk bila unsur-unsur itu terdapat dalam urutn tertentu, yang satu segera mengikuti yang satu lagi (contiguity).
5.        Belajar diskriminasi (discrimination learning)
Belajar diskriminasi atau memperbedakan adalah belajar untuk membedakan hubungan stimulus-respons agar dapat memahami berbagai objek fisik dan konsep. Ada dua macam belajar diskriminasi, yaitu belajar disriminasi tunggal dan belajar diskriminasi jamak. Sebagai contoh belajar diskriminasi tunggal, siswa dapat membedakan lambang ∩ dan U dalam operasi himpunan. Belajar diskriminasi jamak, misalnya siswa dapat membedakan sudut dan sisi pada segitiga lancip, siku-siku, dan tumpul, atau pada segitiga sama sisi, sama kaki, dan sembarang.
6.        Belajar konsep (concept learning)
Belajar konsep adalah belajar memahami sifat-sifat bersama dari benda-benda konkrit atau peristiwa-peristiwa untuk dikelompokkan menjadi satu jenis. Untuk mempelajari suatu konsep, anak harus mengalami berbagai situasi dan stimulus tertentu. Pada tipe belajar ini, mereka dapat mengadakan diskriminasi untuk membedakan apa yang termasuk atau tidak termasuk dalam suatu konsep. Melalui pemahaman konsep siswa mampu mengidentifikasikan benda lain yang berbeda ukuran, warna, maupun materinya, namun masih memiliki kararkteristik dari objek itu sendiri. Sebagai contoh, seorang siswa dikatakan telah belajar konsep himpunan jika ia telah dapat menunjukkan kumpulan objek yang merupakan contoh himpunan atau bukan contoh himpunan.

7.        Belajar aturan (rule learning)
Belajar aturan adalah tipe belajar yang memungkinkan peserta didik dapat menghubungkan dua konsep atau lebih untuk membentuk suatu aturan. Harus diingat, mengenal aturan tanpa memahaminya akan merupakan verbal-chain saja, dan hal ini merupakan cara pembelajaran yang keliru. Seorang siswa dikatakan telah belajar aturan jika ia telah mampu mengaplikasikan aturan itu Misalnya, dalam matematika siswa dapat memahami bahwa (a + b)(a – b) = a2 – b2 berdasarkan konsep-konsep sebelumnya, seperti perkalian dua bilangan, perkalian berulang, perkalian dua bilangan berbeda tanda, dan penjumlahan/pengurangan dua bilangan.
8.        Memecahkan masalah (problem solving)
Belajar memecahkan masalah merupakan tipe belajar yang lebih tinggi dan lebih kompleks dibandingkan dengan tipe belajar yang lain. Dalam belajar pemecahan masalah, ada empat langkah penting dalam proses pemecahan masalah menurut Polya (dalam Pirdaus, 2007), yaitu (1) memahami masalahnya, dalam arti menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, (2) merencanakan cara penyelesaiannya, (3) melaksanakan rencana; dan (4) menafsirkan atau mengecek hasilnya. Dalam belajar pemecahan masalah, siswa harus memiliki pemahaman sejumlah konsep dan aturan. Selain itu, siswa juga harus memiliki strategi yang dapat memberikan arah pada pemikirannya untuk memecahkan masalah itu.

Selain delapan jenis belajar, Gagne juga membuat semacam sistematika jenis belajar. Menurutnya sistematika tersebut mengelompokkan hasil-hasil belajar yang mempunyai ciri-ciri sama dalam satu katagori. Kelima hal tersebut adalah : (Dalam http://www.shirocoo.co.cc/2010/10/pengertian-belajar.html)
1.        Keterampilan intelektual : kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungannya dengan menggunakan symbol huruf, angka, kata atau gambar.
2.        Informasi verbal : seseorang belajar menyatakan atau menceritakan suatu fakta atau suatu peristiwa secara lisan atau tertulis, termasuk dengan cara menggambar.
3.        strategi kognitif : kemampuan seseorang untuk mengatur proses belajarnya sendiri, mengingat dan berfikir.
4.        keterampilan motorik : seseorang belajar melakukan gerakan secara teratur dalam urutan tertentu (organized motor act). Ciri khasnya adalah otomatisme yaitu gerakan berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar dan luwes.
5.        sikap keadaan mental yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan pilihan-pilihan dalam bertindak

D. FASE BELAJAR
Menurut Gagne belajar melalui empat fase utama yaitu : (Zainal Abidin, 2010)
1.        Fase pengenalan (apprehending phase). Pada fase ini siswa memperhatikan stimulus tertentu kemudian menangkap artinya dan memahami stimulus tersebut untuk kemudian ditafsirkan sendiri dengan berbagai cara. ini berarti bahwa belajar adalah suatu proses yang unik pada tiap siswa, dan sebagai akibatnya setiap siswa bertanggung jawab terhadap belajarnya karena cara yang unik yang dia terima pada situasi belajar.
2.        Fase perolehan (acqusition phase). Pada fase ini siswa memperoleh pengetahuan baru  dengan menghubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan sebelumya. Dengan kata lain pada fase ini siswa membentuk asosiasi-asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.
3.        Fase penyimpanan (storage phase). Fase storage/retensi adalah fase penyimpanan informasi, ada informasi yang disimpan dalam jangka pendek ada yang dalam jangka panjang, melalui pengulangan informasi dalam memori jangka pendek dapat dipindahkan ke memori jangka panjang.
4.        Fase pemanggilan (retrieval phase). Fase Retrieval/Recall, adalah fase mengingat kembali atau memanggil kembali informasi yang ada dalam memori. Kadang-kadang dapat saja informasi itu hilang dalam memori atau kehilangan hubungan dengan memori jangka panjang. Untuk lebih daya ingat maka perlu informasi yang baru dan yang lama disusun secara terorganisasi, diatur dengan baik atas pengelompokan.
E. OBJEK-OBJEK PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Objek belajar matematika terdiri dari objek langsung, yaitu fakta, keterampilan, konsep, prinsip, dan objek tak langsung, yaitu transfer belajar, kemempuan menyelidiki, kemampuan memecahkan masalah, disiplin pribadi dan apresiasi pada  struktur matematika.
Objek Langsung Matematika dikemukan oleh Shidiq, 2008 yaitu :
1.    Fakta adalah konvensi (kesepakatan) dalam matematika seperti lambang, notasi, ataupun aturan.
Contoh : 5 + 2 × 10 = 5 + 20, di mana operasi perkalian didahulukan dari operasi penjumlahan.
2.    Konsep-konsep matematika adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan orang untuk mengklasifikasikan apakah sesuatu objek tertentu merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak. Suatu konsep yang berada dalam lingkup ilmu matematika disebut konsep matematika, segitiga, persamaan, bilangan cacah dan lain sebagainya.
3.    Prinsip-prinsip  matematika adalah suatu pernyataan yang bernilai benar, yang memuat dua konsep atau lebih dan menyatakan hubungan antar konsep-konsep  tersebut.
Contoh : Rumus luas segitiga (L = ½ . a . t)
Pada rumus luas segitiga di atas, didapati adanya beberapa konsep yang digunakan, yaitu konsep luas, konsep panjang alas segitiga dan konsep tinggi segitiga.
4.    Keterampilan adalah suatu prosedur atau aturan untuk mendapatkan atau memperoleh suatu hasil tertentu.
Contoh : 345 × 87
tanpa menggunakan kalkulator. Apa yang harus Anda lakukan? Prosedur atau
aturan untuk mendapatkan atau memperoleh hasil 345 × 87 biasanya adalah dengan perkalian bersusun.


TEORI BELAJAR BERMAKNA MENURUT DAVID P. AUSUBEL

A.      BELAJAR BERMAKNA
David P. Ausubel (Zainal Abidin, 2010) berpendapat bahwa metode ceramah merupakan metode pembelajaran yang sangat efektif apabila dipakai secara tepat. Ausubel membedakan antara kegiatan belajar yang bermakna yaitu (kegiatan belajar dengan pemahaman) dan kegiatan belajar yang tak bermakna yaitu kegiatan belajar  tanpa pemahaman, dimana siswa hanya menghafal apa yang diajarkan guru tanpa memahami makna atau isi dari yang dihafalkan.
Belajar bermakna (meaningfull learning) yang digagas David P. Ausubel adalah suatu proses pembelajaran dimana siswa lebih mudah memahami dan mempelajari, karena guru mampu dalam memberi kemudahan bagi siswanya sehingga mereka dengan mudah mengaitkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah ada dalam pikirannya. Sehingga belajar dengan “membeo” atau belajar hafalan (rote learning) adalah tidak bermakna (meaningless) bagi siswa. Belajar hafalan terjadi karena siswa tidak mampu mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang lama.

B.       TIPE BELAJAR
Empat tipe belajar menurut Ausubel (Lela, 2010) yaitu :
1.        Belajar dengan penemuan yang bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi  pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, siswa terlebih dahulu menemukan pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru tersebut ia kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
2.        Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
3.        Belajar menerima (ekspositori) yang bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dikaitkan dengan pengetahuan lain yang telah dimiliki.
4.        Belajar menerima (ekspositori) yang tidak bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir , kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan lain yang telah ia miliki.

Prasyarat agar belajar menerima menjadi bermakna menurut Ausubel, yaitu:
  1. Belajar  menerima yang bermakna hanya akan terjadi apabila siswa memilki strategi belajar bermakna.
  2. Tugas-tugas belajar yang diberikan kepada siswa harus disesuaikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa
  3. Tugas-tugas belajar yang diberikan harus sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa.

C.      KEBAIKAN BELAJAR BERMAKNA
Ausubel (Dahar ,1989 :141 dalam Dzaki) ada tiga kebaikan dari belajar bermakna yaitu :
1.        Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat
2.        Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip
3.        Informasi yang dipelajari secara bermakna mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terjadi lupa.

D.      PENERAPAN TEORI AUSUBEL DALAM PEMBELAJARAN
Menurut Ausubel (Winarti, 2009) penerapan teori bermakna dalam pembelajaran yaitu :
1.        Diferensiasi Progressif
Menurut Ausubel dalam satu seri pelajaran siswa hendaknya diperkenalkan terlebih dahulu pada konsep-konsep yang paling umum atau inklusif, kemudian berangsur-angsur menjadi konsep-konsep yang lebih khusus, dengan kata lain dari umum ke khusus. Proses penyusunan semacam ini disebut diferensiasi progresif.
2.    Rekonsiliasi Integratif
Menurut konsep rekonsiliasi integratif dalam mengajar, konsep-konsep perlu diintegrasikan dan disesuaikan dengan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya. Dengan kata lain guru hendaknya menunjukkan pada siswa bagaimana konsep dan prinsip tersebut saling berkaitan.
3     Peta Konsep
Peta konsep memperlihatkan bagaimana konsep-konsep saling dikaitkan. Untuk menyusun suatu peta konsep dibutuhkan konsep-konsep atau kejadian-kejadian dan kata penghubung.
Peta konsep memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.         Pemetaan konsep ialah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan susunan atau organisasi suatu bidang studi.
b.         Suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu disiplin.
c.         Berkaitan dengan bobot, tidak semua konsep mempunyai bobot yang sama. Ini berarti bahwa ada beberapa konsep yang lebih inklusif daripada yang lain. Jadi konsep yang paling inklusif terdapat di puncak, lalu menurun hingga konsep yang paling khusus atau contoh-contoh.
d.        Bila dua atau lebih konsep digambarkan di bawah konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hirarki pada peta konsep itu.
Karena belajar bermakna lebih mudah berlangsung bila konsep-konsep baru dikaitkan pada konsep yang lebih inklusif, maka peta konsep harus disusun secara hirarki. Ini berarti bahwa konsep yang lebih inklusif ada di puncak peta. Makin ke bawah konsep-konsep diurutkan makin menjadi lebih khusus.



DAFTAR PUSTAKA

Athifah. 2010. Teori Hirarki belajar Oleh Robert Gagne. (http://mardhiyanti.blogspot.com/2010/03/teori-hirarki-belajar-dari-robert-m.html)

Firdaus. 2010. Teori-Teori Pembelajaran Menurut Aliran Psikologi Behavioristik (2).(http://lpmpsumsel.org/index.php?option=com_content&view=article&id=84:teori-teori-pembelajaran-menurut-aliran-psikologi-behavioristik-2)

Dzaki. 2009. Teori Ausubel Tentang Belajar Bermakna (Meaningful Learning). http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/teori-ausubel-tentang-belajar-bermakna.html

Lela. 2009. Teori Pembelajaran Matematika Menurut Aliran Psikologi Behavioristik (Tingkah Laku) (http://lela68.wordpress.com/2009/05/22/tugas-2-gagne-ausubel/)
Siroj, Rusdy A. 2006. Teori-teori Belajar-Mengajar Matematika (Diktat bahan pelatihan guru   matematika SMP kota Palembang). Palembang : Depdiknas
Shidiq. 2008. Empat Objek Langsung Matematika Menurut Gagne. (http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2008/12/download_08_gagne_median_1.pdf)
Winarti. 2009. Teori Belajar Ausubel. (http://atiekwin.wordpress.com/2009/05/05/iii-teori-belajar-ausubel/)

3 komentar:

  1. Olah Data (Analytic Hierarchi Process/AHP) Dengan Expert Choice 11
    WhatsApp : +6285227746673
    PIN BB : D04EBECB
    IG : @olahdatasemarang
    Website : http://biro-jasa-spss.blogspot.co.id
    Terdaftar Di Google Map Dengan Nama Olah Data Semarang

    BalasHapus
  2. Terimakasih, sangat membantu.

    BalasHapus