Pages

Kamis, 15 September 2011

MODEL-MODEL DESAIN PEMBELAJARAN MATEMATIKA


MODEL-MODEL DESAIN PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Oleh :
Malalina (20102512008)
Febrina Bidasari (20102512018)
Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya

A.      PENGERTIAN MODEL PEMBELAJARAN
Joyce dan Weil 1986: 14-15, (dalam Shidiq, 2009) mengemukakan bahwa setiap model belajar mengajar atau model pembelajaran harus memiliki empat unsur berikut.
1.    Sintak (syntax) yang merupakan fase-fase (phasing) dari model yang menjelaskan model tersebut dalam pelaksanaannya secara nyata. Contohnya, bagaimana kegiatan pendahuluan pada proses pembelajaran dilakukan? Apa yang akan terjadi berikutnya?
2.    Sistem sosial (the social system) yang menunjukkan peran dan hubungan guru dan siswa selama proses pembelajaran. Kepemimpinan guru sangatlah bervariasi pada satu model dengan model lainnya. Pada satu model, guru berperan sebagai fasilitator namun pada model yang lain guru berperan sebagai sumber ilmu pengetahuan.
3.    Prinsip reaksi (principles of reaction) yang menunjukkan bagaimana guru memperlakukan siswa dan bagaimana pula ia merespon terhadap apa yang dilakukan siswanya. Pada satu model, guru memberi ganjaran atas sesuatu yang sudah dilakukan siswa dengan baik, namun pada model yang lain guru bersikap tidak memberikan penilaian terhadap siswanya, terutama untuk hal-hal yang berkait dengan kreativitas.
4.    Sistem pendukung (support system) yang menunjukkan segala sarana, bahan,
dan alat yang dapat digunakan untuk mendukung model tersebut.

Oleh karena itu, Toeti Soekamto dan Winataputra, 1995:78 (dalam Shidiq, 2009) mendefinisikan ‘model pembelajaran’ sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Menurut Shidiq, 2009 model-model pembelajaran merupakan kerangka konseptual sedangkan strategi lebih menekankan pada penerapannya di kelas sehingga model-model pembelajaran dapat digunakan sebagai acuan pada kegiatan perancangan kegiatan yang sistematik dalam mengkomunikasikan isi pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang juga dikenal sebagai strategi pembelajaran
Menurut Jupri, 2010 Model pembelajaran adalah pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas.

B.       MODEL-MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Menurut Suherman dkk, 2001 Model Pembelajaran dibagi menjadi 3 yaitu
1.    Model Pembelajaran Klasikal
Menurut Pembelajaran Klasik adalah model pembelajaran yang biasa kita lihat sehari-hari. Pada model ini, guru mengajar sejumlah murid, biasanya 30-40 orang siswa didalam sebuah ruangan. Para siswa memiliki kemampuan minimum untuk tingkat itu dan diasumsikan mempunyai minat dan kecepatan belajar yang relatif sama. Dengan Kondisi seperti ini, kondisi belajar siswa secara individual baik menyangkut kecepatan belajar, kesulitan belajar, dan minat belajar sukar untuk diperhatikan oleh guru. Guru mendominasi dalam menentukan semua kegiatan pembelajaran. Banyaknya materi yang akan diajarkan urutan materi pelajaran, kecepatan guru mengajar dan lain-lain sepenuhnya ada ditangan guru.
2.    Model Pembelajaran Individual
Pembelajaran Individual memberi kesempatan kepada siswa untuk menentukan sendiri tempat, waktu dan kapan dirinya merasa siap untuk menempuh ulangan atau ujian.  Adapun pembelajaran individual mempunyai beberapa ciri:
Ø  Siswa belajar secara tuntas.
Ø  Setiap unit yang dipelajari memuat tujuan pembelajaran khusus yang jelas.
Ø  Keberhasilan siswa diukur berdasarkan pada sistem yang mutlak.
Ø  Siswa belajar sesuai dengan kecepatannya masing-masing.
Salah satu model pembelajaran individual yang sangat populer adalah modul. Modul adalah suatu paket pembelajaran yang memuat suatu unit konsep pembelajaran yang dapat dipelajari oleh siswa sendiri.

3.    Model Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk bekerja dalam suatu tim untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk tujuan bersama.
Ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam kooperatif learning yaitu :
1.         Para siswa tergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan yang harus dicapai
2.         Para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok darus menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan  bahwa berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok itu.
3.         Untuk mencapai hasil maksimal, para siswa yang tergabung dalam kelompok itu harus berbicara satu sama lain dan mendiskusikan masalah yang dihadapi. Akhirnya para siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus menyadari bahwa setiap pekerjaan siswa mempunyai akibat, langsung pada keberhasilan kelompoknya.

C.      BEBERAPA MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA
1.        Model Pemecahan Masalah
Model pembelajaran pemecahan masalah adalah suatu rancangan tindakan (action) yang dilakukan guru agar siswanya termotivasi untuk menerima tantangan yang ada pada pertanyaan (soal) dan mengarahkan siswa dalam proses pemecahannya. Selama proses pemecahan masalah tersebut, para siswa dituntut untuk belajar menggunakan kemampuan berpikir dan bernalarnya sehingga mereka belajar untuk tidak menggunakan kemampuan mengingat saja. Karena kemampuan berpikir dan bernalar sangat penting untuk para siswa, maka pemecahan masalah harus merupakan fokus pembelajaran matematika Di saat memecahkan masalah, ada beberapa cara atau langkah yang sering digunakan dan sering berhasil pada proses pemecahan masalah yang disebut dengan strategi pemecahan masalah. Beberapa strategi yang sering digunakan adalah membuat diagram, mencobakan pada soal yang lebih sederhana, membuat tabel, menemukan pola, memecah tujuan, memperhitungkan setiap kemungkinan, berpikir logis, bergerak dari belakang, mengabaikan hal yang tidak mungkin, dan
mencoba-coba.
Menurut (Shidiq, 2009) ada empat langkah pada proses pemecahan masalah yang harus dilatihkan kepada para siswa. Berikut ini adalah penjelasan untuk setiap langkahnya :
1.        Memahami masalahnya
Siswa atau guru harus dapat menentukan dengan jeli apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Hal-hal penting hendaknya dicatat, dibuat tabelnya, ataupun dibuat sket atau grafiknya. Tabel serta gambar ini dimaksudkan untuk mempermudah memahami masalah dan mempermudah mendapatkan gambaran umum penyelesaiannya.
2.    Merancang model matematika
Pada tahap ini para siswa akan belajar untuk dapat mengaitkan masalah yang ada dengan konsep atau pengetahuan matematika dan mengubah masalah tersebut menjadi masalah matematika. Istilah lain yang digunakan untuk langkah ini adalah pemodelan (modelling).
3.    Menyelesaian model
Siswa atau guru harus dapat memecahkan masalah yang sudah diubah menjadi masalah murni matematika.
4.    Menafsirkan solusi
Pada tahap ini siswa dapat menyimpulkan penyelesaiannya.



2.        Model Penemuan
Bruner berpendapat bahwa belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan (learning by discovery is learning to discover).
Menurut Shidiq, 2009 secara umum, urutan langkahnya adalah sebagai berikut.
1.    Guru merumuskan masalah yang akan dipaparkan kepada siswa dengan data secukupnya, dan dengan perumusan yang jelas sehingga tidak menimbulkan salah tafsir.
2.    Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun dan menambah data baru, memproses, mengorganisir dan menganalisis data tersebut. Guru membimbing siswa agar melangkah ke arah yang tepat, biasanya dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan.
3.    Siswa menyusun konjektur (prakiraan atau dugaan) dari hasil analisis yang dilakukannya.
4.    Mengkaji kebenaran konjektur dengan alasan-alasan yang masuk akal. Verbalisasi konjektur beserta buktinya diserahkan kepada siswa untuk menyusunnya.
5.    Jika siswa sudah dapat menemukan yang dicari, guru dapat memberikan soal tambahan untuk memeriksa kebenaran penemuan itu serta tingkat pemahaman mereka.

3.        Model Missouri Mathematics Project (MMP)
Model ini memuat 5 langkah berikut :
1.    Pendahuluan atau Reviewa.
Membahas PR, Meninjau ulang pelajaran lalu yang berkait dengan materi baru, Membangkitkan motivasi.
2.    Pengembangan
Penyajian ide baru sebagai perluasan konsep matematika terdahulu dan penjelasan, diskusi demonstrasi dengan contoh konkret yang sifatnya piktorial dan simbolik

3.    Latihan Dengan Bimbingan Guru
Siswa merespon soal, guru mengamati, belajar kooperatif
4.    Kerja Mandiri
Siswa bekerja sendiri untuk latihan atau perluasan konsep pada langkah 2
5.    Penutup
Siswa membuat rangkuman pelajaran, membuat renungan tentang hal-hal baik yang sudah dilakukan serta hal-hal kurang baik yang harus dihilangkan dan Memberi tugas PR.

3.    Model Pembelajaran Kooperatif
Krismanto 2000 (dalam Shidiq, 2009) menyatakan bahwa pada kegiatan ini sekelompok siswa belajar dengan porsi utamanya mendiskusikan tugas-tugas matematika, dalam arti saling membantu menyelesaikan tugas ataupun memecahkan masalah. Kegiatan kelompok kooperatif terkait dengan banyak pendekatan atau metode, seperti eksperimen, investigasi, eksplorasi, dan pemecahan masalah. Ada 8 jenis kegiatan belajar kooperatif namun yang akan dibahas hanya 6 saja, yaitu :
1.    Circle of Learning
langkah-langkah Circle of Learning  adalah sebagai berikut :
a.       Beberapa orang (5 – 6) dengan kemampuan akademik yang bervariasi (mixed abilities group) berkumpul bersama.
b.      Mereka saling berbagi pendapat dan saling membantu dengan kewajiban setiap anggota harus benar-benar memahami jawaban atau penyelesaian tugas yang diberikan kepada kelompok tersebut.
c.       Pertanyaan atau permintaan bantuan kepada guru dilakukan hanya jika mereka sudah benar-benar kehabisan akal.
Hal yang juga dianggap penting dalam model ini adalah adanya saling ketergantungan dalam arti positif, adanya interaksi tatap muka di antara anggota, keterlibatan anggota sangatlah diperhitungkan, dan selain menggunakan keterampilan pribadi juga mengembangkan keterampilan kelompok.
2.    Grup Penyelidikan (Group Investigation)
Model ini menyiapkan siswa dengan lingkup studi yang luas dan berbagai pengalaman belajar untuk memberikan tekanan pada aktivitas positif siswa. Ada empat karakteristik pada model ini yaitu :
a.     Kelas dibagi ke dalam sejumlah kelompok (grup).
b.    Kelompok siswa dihadapkan pada masalah dengan berbagai aspeknya yang dapat meningkatkan daya keingintahuan dan daya saling ketergantungan positif di antara mereka.
c.     Di dalam kelompok, siswa terlibat dalam komunikasi aktif untuk meningkatkan keterampilan cara belajar.
d.    Guru bertindak selaku sumber belajar dan pimpinan tak langsung, memberikan arah dan klarifikasi hanya jika diperlukan, dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Siswa terlibat dalam setiap tahap kegiatan :
a.       Mengidentifikasi topik dan mengorganisasi diri dalam “kelompok peneliti”,
b.      Merencanakan tugas-tugas yang harus dipelajari,
c.       Melaksanakan investigasi,
d.      Menyiapkan laporan,
e.       Menyampaikan laporan akhir, dan
f.       Mengevaluasi proses dan hasil kegiatan.

3.    Co-op co-op
Co-op co-op berorientasi pada tugas pembelajaran yang kompleks. Para siswa mengendalikan diri mereka sendiri tentang apa dan bagaimana mempelajari bahan yang ditugaskan. Siswa dalam suatu tim (kelompok) menyusun proyek yang dapat membantu tim lain. Setiap siswa mempunyai topik mini yang harus diselesaikan dan setiap tim memberikan kontribusi yang menunjang tercapainya tujuan kelas. Struktur ini memerlukan cara dan keterampilan bernalar yang cukup tinggi, termasuk menganalisis dan melakukan sintesis bahan yang dipelajari. Langkahnya adalah :
a.       Diskusi kelas untuk seluruh siswa,
b.      Seleksi atau penyusunan tim siswa untuk mempelajari atau menyelesaikan tugas tertentu,
c.       Seleksi tim untuk memilih topik,
d.      Seleksi topik mini (oleh angota kelompok di dalam kelompok/timnya oleh mereka sendiri),
e.       Penyiapan topik mini, presentasi topik mini, persiapan presentasi tim,
f.       Presentasi tim, dan
g.      Evaluasi oleh siswa dengan bimbingan guru.

4.    Jigsaw
Langkah-langkah pada model ini adalah sebagai berikut.
a.       Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dengan 4 – 6 orang pada setiap kelompok. Setiap kelompok oleh Aronson dinamai kelompok jigsaw (gigi gergaji). Pelajaran dibagi dalam beberapa bagian sehingga setiap siswa mempelajari salah satu bagian pelajaran tersebut.
b.      Semua siswa dengan bagian pelajaran yang sama belajar bersama dalam sebuah kelompok dan dikenal sebagai “counterpart group” atau Kelompok Ahli (KA).
c.       Dalam setiap KA siswa berdiskusi dan mengklarifikasi bahan pelajaran dan menyusun sebuah rencana bagaimana cara mereka mengajarkannya kepada teman mereka sendiri.
d.      Jika sudah siap, siswa kembali ke kelompok jigsaw mereka, dan mengajarkan bagian yang dipelajari masing-masing kepada temannya dalam kelompok jigsaw tersebut. Hal ini memberikan kemungkinan siswa terlibat aktif dalam diskusi dan saling komunikasi baik di dalam grup jigsaw maupun KA. Keterampilan bekerja dan belajar secara kooperatif dipelajari langsung di dalam kegiatan pada kedua jenis pengelompokan. Siswa juga diberikan motivasi untuk selalu mengevaluasi proses pembelajaran mereka.

5.    Numbered Heads Together (NHT)
Tahap kegiatan belajar NHT berikut :
a.       Siswa dikelompokkan menjadi kelompok, masing-masing 4 orang. Setiap anggota diberi satu nomor 1, 2, 3, atau 4.
b.      Guru menyampaikan pertanyaan atau tugas.
c.       Guru memberitahu siswa untuk berembug sehingga setiap anggota tim memahami jawaban tim. Guru menyebut salah satu nomor dari 1, 2, 3, atau 4, dan siswa dengan nomor yang disebutkan guru yang harus menjawab.
d.      Tanggapan dari teman lainnya.
e.       Kesimpulan
Setiap tim terdiri dari siswa yang berkemampuan bervariasi: satu berkemampuan tinggi, dua sedang, dan satu rendah. Di sini ketergantungan positif juga dikembangkan dan yang kurang terbantu oleh yang lebih. Yang berkemampuan tinggi bersedia membantu meskipun mungkin mereka tidak dipanggil untuk menjawab. Bantuan yang diberikan dengan motivasi tanggung jawab atau nama baik kelompok. Yang paling lemah diharapkan sangat antusias dalam memahami permasalahan dan jawabannya karena mereka merasa merekalah yang akan ditunjuk guru untuk menjawab.

6.    Team Assisted/ Accelarated Instruction (TAI).
Berikut ini langkahnya dalam TAI yaitu :
a.       Setiap siswa belajar pada aspek khusus pembelajaran secara individual.
b.      Anggota tim menggunakan lembar jawab yang digunakan untuk saling memeriksa jawaban teman satu tim, dan semua bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban pada akhir kegiatan sebagai tanggung jawab bersama.
c.       Diskusi terjadi pada saat siswa saling mempertanyakan jawaban yang dikerjakan teman satu timnya.


4.        Model Pembelajaran Kontekstual dan Realistik
Konsep Pembelajaran Matematika Realistik (Realistic Mathematics Education) sangat mirip dengan Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning), yaitu suatu konsep pembelajaran yang berusaha untuk membantu siswa mengaitkan materi yang dipelajarinya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi (reflection), penilaian sebenarnya (authentic assessment).
Menurut Hadi, 2000 (dalam Shidiq, 2009), langkah pengajaran matematika dengan pendekatan realistik adalah:
1.    Pendahuluan
a.     Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang 'real' bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna.
b.    Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut.
2.    Pengembangan
a.     Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan atau masalah yang diajukan.
b.    Pengajaran berlangsung secara interaktif. Siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain.
3.    Penutup/Penerapan
Melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran.


DAFTAR PUSTAKA


Shadiq, Fadjar. 2009. Model-Model Pembelajaran Matematika SMP. Yogyakarta:PPPPTK Matematika.
Jupri, Al. 2010. Handout Model-Model Pembelajaran Matematika. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.
Suherman, Dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung :Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

1 komentar: